JAKARTA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat memberikan apresiasi terhadap kebijakan pemerintah menyediakan 1.000 unit rumah bersubsidi khusus untuk wartawan. Program tersebut dinilai sejalan dengan kebutuhan nyata para jurnalis, terutama di daerah yang kerap mengalami keterbatasan ekonomi.
Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, mengatakan bahwa program ini merupakan kabar baik bagi para anggota PWI di berbagai wilayah. Banyak pengurus daerah yang langsung merespons cepat dengan menanyakan prosedur untuk mengakses fasilitas rumah bersubsidi tersebut.
“Saya dihubungi beberapa pengurus daerah yang menanyakan peluang mendapatkan rumah bersubsidi,” ujarnya menanggapi respons cepat dari jurnalis di daerah, baru-baru ini.
Hendry menjelaskan bahwa kebijakan ini muncul setelah penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian PUPR, Kemenkominfo, dan BPS pada 8 April 2025. Ia menyebut bahwa banyak anggota PWI yang benar-benar membutuhkan bantuan hunian mengingat tekanan ekonomi industri media selama tiga tahun terakhir.
Menurutnya, para wartawan saat ini menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan pokok, salah satunya adalah hunian layak. Ia menegaskan bahwa mayoritas wartawan di Indonesia masih bergelut dengan keterbatasan penghasilan, meskipun memiliki tanggung jawab besar dalam menjalankan tugas jurnalistik.
“Program tersebut sangat sesuai dengan kebutuhan riil anggota PWI di daerah,” kata Hendry, memberi penekanan terhadap urgensi kebutuhan hunian, baru-baru ini.
Namun demikian, ia memastikan bahwa adanya program bantuan rumah dari pemerintah tidak akan mengganggu independensi pers. PWI, lanjutnya, tetap berkomitmen menjalankan fungsi kontrol sosial secara profesional, objektif, dan kritis terhadap setiap kebijakan publik.
“Ini langkah yang tepat dan tidak ada kaitannya dengan independensi pers,” ujarnya kembali menegaskan posisi PWI dalam menyikapi program tersebut.
Lebih lanjut Hendry menyampaikan bahwa anggota PWI yang ingin mengikuti program rumah subsidi wajib memenuhi sejumlah kriteria administratif, termasuk aktif bekerja di media, memiliki sertifikat kompetensi, dan penghasilan tidak melebihi Rp8 juta untuk lajang dan Rp13 juta untuk wartawan yang telah berkeluarga.
“Wartawan adalah profesi intelektual. Mereka bebas secara pikiran dan tidak melihat persoalan secara sempit,” tandas Hendry. (Red/Adv)