Dewan Kalteng Dorong Skema WPR Berbasis Usulan Masyarakat untuk Tekan Tambang Ilegal

  • Share
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan.

PALANGKA RAYA – Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan, menilai legalisasi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dapat menjadi solusi strategis dalam mengurangi praktik pertambangan ilegal.

Namun, ia menekankan bahwa penentuan lokasi WPR harus berangkat dari usulan masyarakat, bukan ditentukan sepihak oleh pemerintah.

“Kalau masyarakat yang mengusulkan, hasilnya lebih tepat. Kalau pemerintah yang memploting sendiri, belum tentu sesuai dengan kondisi di lapangan maupun minat masyarakat,” ujar Bambang, belum lama ini.

Ia mencontohkan, penetapan suatu kawasan oleh pemerintah sebagai WPR tidak menjamin masyarakat mau menambang di lokasi tersebut. Selain itu, potensi kandungan mineral di lokasi yang ditetapkan belum tentu sesuai harapan.

BACA JUGA  M. Zainal: Oknum H Dipastikan Bukan Anggota PWI Kalteng

“Misalnya pemerintah menentukan Kereng Pangi sebagai WPR, belum tentu di sana ada emas dan belum tentu semua orang mau ke situ. Akhirnya tambang tetap berjalan secara sporadis,” jelasnya.

Bambang mengusulkan skema yang lebih efektif, yakni masyarakat mengajukan lahan bersertifikat yang memiliki potensi tambang kepada pemerintah daerah.

BACA JUGA  Riset Gambut UPR Masuk Deretan Terbaik Nasional

Pemerintah kemudian memberikan izin dengan syarat tertentu, seperti kewajiban membayar pajak dan melakukan reklamasi setelah kegiatan pertambangan selesai.

“Dengan cara ini, masyarakat tetap bisa bekerja secara legal, pemerintah mendapatkan PAD dari pajak, dan lingkungan tetap terjaga karena ada kewajiban reklamasi,” tambahnya.

Ia juga menegaskan perlunya pembatasan luas lahan yang diusulkan sebagai WPR agar pengelolaan tambang rakyat tidak merusak lingkungan dan tetap terkendali.

“Konsepnya masyarakat yang mengajukan. Tapi harus ada batasan maksimal agar WPR bisa dikelola secara baik,” tutupnya. (*)

BACA JUGA  Anggota DPRD Kalteng Dorong Generasi Muda Jadikan Teknologi sebagai Media Pelestarian Budaya
+ posts
  • Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *