PALANGKA RAYA – Di tengah hiruk-pikuk zaman, suara pukulan halu ke lisung di halaman Museum Balanga terdengar seperti nyanyian nostalgia. Suara itu datang bukan dari masa silam, tapi dari para peserta lomba kuliner kenta yang tergabung dalam Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2025.
Mereka menumbuk beras, menampi, dan memasak di atas tungku kayu, sebagaimana yang dilakukan para ibu dan nenek mereka puluhan tahun lalu. Tradisi mengenta bukan sekadar kegiatan memasak, melainkan upacara syukur atas tibanya musim panen, yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Hartini Titin, Kepala UPT Museum Balanga Kalteng, tampak tak bisa menyembunyikan haru ketika membuka kegiatan itu. Di matanya, lomba ini lebih dari sekadar persaingan antar-daerah, tapi sebuah panggung untuk menghormati warisan para leluhur.
“Kegiatan ini merupakan event yang sangat strategis untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas tentang kudapan tradisional yang berawal dari nenek moyang kita,” katanya, Selasa (20/5/2025).
Sembilan kabupaten/kota turut ambil bagian, membawa serta kekhasan rasa dan gaya dari tiap daerah. Di meja lomba, kayu bakar ditata rapi, suduk dan kiap bersanding dengan kuali, suruk, dan rinjing. Aroma kenta menyebar di udara, menyentuh indera, sekaligus menghidupkan kenangan masa kecil banyak orang.
Hartini berharap kegiatan ini bisa menanamkan kembali rasa bangga terhadap budaya sendiri, terutama di kalangan generasi muda. “Kami ingin mereka tidak sekadar tahu, tapi juga bisa meneruskan tradisi ini dengan rasa cinta,” tuturnya.
Kenta dinilai bukan hanya dari rasa. Keindahan kostum, keselarasan teknik memasak, serta penyajian yang artistik juga menjadi pertimbangan juri. Semua itu merefleksikan nilai-nilai keindahan dan kearifan dalam budaya Dayak.
“Mari kita jadikan kegiatan ini sebagai momentum untuk mempererat tali silaturahmi, memperkaya warisan kuliner, dan menumbuhkan rasa cinta kepada budaya kita sendiri,” tandas Hartini. (Red/Adv)