PALANGKARAYA – Penetapan status siaga darurat karhutla oleh Pemerintah Kota Palangka Raya menjadi sinyal kuat bahwa musim kemarau berisiko tinggi memicu kebakaran hutan dan lahan. Masyarakat diimbau untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar.
Plt Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Gloriana Aden, mengungkapkan bahwa pembakaran lahan masih banyak dilakukan karena dianggap sebagai solusi praktis oleh petani.
“Namun metode ini tidak hanya usang, tapi juga mengundang bencana,” tegas Gloriana, Selasa (22/7/2025) kemarin.
Menurutnya, banyak warga masih percaya bahwa abu pembakaran mampu menyuburkan tanah. Padahal, praktik tersebut sangat berisiko dan bisa menimbulkan dampak besar bagi lingkungan dan kesehatan.
Selain bisa menyebabkan kebakaran luas, asap yang ditimbulkan dapat menyebar hingga ke kota dan mencemari udara selama berhari-hari.
“Masyarakat sering tidak menyadari, pembakaran lahan secara serentak dan dalam skala besar dapat memicu bencana kabut asap,” jelasnya.
Kabut asap mengancam berbagai sektor, mulai dari kesehatan publik, kelancaran pendidikan, hingga pariwisata dan ekonomi lokal yang bergantung pada kelancaran transportasi.
Pemerintah gencar melakukan pendekatan persuasif dan edukatif melalui perangkat kelurahan serta penyuluh pertanian di lapangan.
Inovasi pengolahan lahan tanpa bakar terus disosialisasikan untuk menciptakan kebiasaan baru yang lebih aman dan berkelanjutan.
“Dengan kepedulian bersama, kita dapat mencegah terjadinya karhutla dan dampak kabut asap yang merugikan. Mari jaga lingkungan kita demi kesehatan bersama,” tandas Gloriana. (Red/Adv)