PALANGKA RAYA – Wakil Ketua III DPRD Kalteng, Junaidi, menegaskan pentingnya keadilan dan transparansi dalam pengelolaan lahan kelapa sawit hasil sitaan negara yang tersebar di sejumlah kabupaten di wilayah Bumi Tambun Bungai.
Menurutnya, pemerintah pusat tidak seharusnya menyerahkan pengelolaan lahan tersebut secara sepihak kepada pihak swasta.
Sebaliknya, pemerintah daerah perlu diberi ruang yang proporsional untuk ikut mengelola melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Perusahaan Daerah (Perusda).
“Kalau daerah yang mengelola, manfaat ekonominya bisa langsung dirasakan masyarakat sekitar. Ini juga bisa menjadi sumber pendapatan baru bagi daerah,” ujar Junaidi, di Palangka Raya, baru-baru ini.
Junaidi menilai, pengelolaan oleh pemerintah daerah tidak hanya akan memberikan kontribusi nyata terhadap pendapatan asli daerah (PAD), tetapi juga dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal.
Dengan demikian, hasil pengelolaan lahan sawit tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga membawa dampak sosial yang positif.
Saat ini, sebagian lahan sawit hasil sitaan negara di Kalteng tengah dikelola sementara oleh PT Agrinas Palma Nusantara, sebuah badan usaha milik negara.
Namun, Junaidi menilai perlu adanya pembagian kewenangan yang lebih adil antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan ketimpangan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Selain itu, Junaidi juga menyoroti belum tuntasnya aspek legalitas lahan yang sebagian diduga berdiri di atas tanah ulayat atau tanah masyarakat lokal.
Ia menekankan agar pemerintah tidak mengabaikan hak-hak masyarakat adat dalam proses pengelolaan lahan sawit tersebut.
“Harus ada penelusuran menyeluruh. Jangan sampai masyarakat yang memiliki hak atas tanahnya justru tersingkir. Pemerintah perlu hadir memastikan tidak ada ketidakadilan dalam proses ini,” tegasnya.
Politikus Partai Demokrat ini juga mengingatkan aparat penegak hukum agar bersikap hati-hati dalam menangani kasus-kasus penjarahan tandan buah segar (TBS) sawit yang kerap terjadi di sejumlah daerah.
Ia menilai, perlu ada pembedaan antara warga yang memperjuangkan hak tanahnya dengan pelaku pencurian murni.
“Kalau terbukti lahan itu memang milik warga, tentu haknya harus dikembalikan. Tapi jika terbukti mencuri hasil sawit dari lahan yang sah milik negara atau perusahaan, ya harus ditindak sesuai aturan,” ujarnya menegaskan.
Lebih jauh, Junaidi mendorong agar pemerintah pusat membuka dialog terbuka dengan pemerintah daerah dan masyarakat adat untuk mencari skema pengelolaan lahan yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat.
“Jangan sampai kebijakan ini justru menimbulkan konflik baru. Kita ingin pengelolaan yang adil, transparan, dan benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat Kalimantan Tengah,” pungkasnya. (*)