PALANGKA RAYA – Polemik status lahan permukiman dan pedesaan di Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali menjadi sorotan. Sekitar empat juta hektare wilayah yang telah lama dihuni warga hingga kini masih tercatat sebagai kawasan hutan.
Kondisi ini mendorong Ketua Komisi IV DPRD Kalteng, Lohing Simon, mendesak pemerintah pusat segera menuntaskan revisi Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng.
Menurut Lohing, keterlambatan penyelesaian revisi RTRWP telah menimbulkan dampak luas bagi masyarakat, terutama di desa-desa yang berada di kawasan tersebut.
Warga kesulitan memperoleh kepastian hukum atas tanah tempat tinggal mereka, bahkan terkendala dalam mengakses bantuan pemerintah maupun izin usaha.
“Sudah dua tahun sejak periode sebelumnya dilakukan revisi, tapi belum juga selesai. Sementara masyarakat terus dirugikan karena wilayah tempat tinggal mereka masih dikategorikan sebagai kawasan hutan produksi,” ujarnya di Palangka Raya, Jumat (10/10/2025).
Ia menegaskan, revisi RTRWP seharusnya diarahkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat, bukan sekadar memenuhi kewajiban administratif.
“Kita ingin agar wilayah permukiman dan desa yang sudah lama ada bisa diputihkan. Jangan sampai desa-desa yang sudah berdiri puluhan tahun tetap dianggap kawasan hutan,” tegas politisi PDI Perjuangan tersebut.
Dorongan percepatan revisi ini juga mendapat dukungan dari Anggota DPD RI Dapil Kalteng, Agustin Teras Narang.
Dalam rapat bersama Komisi IV DPRD Kalteng beberapa waktu lalu, Teras menilai revisi RTRWP penting untuk memberikan kepastian hukum dan arah pembangunan yang berkeadilan bagi masyarakat.
Lohing juga menyoroti lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah yang membuat proses revisi berjalan lamban.
“Kalau tidak ada komunikasi dan sinergi yang baik, revisi ini hanya akan jadi dokumen tanpa makna. Kita berharap pemerintah pusat lebih serius menindaklanjuti persoalan ini,” katanya.
Selain memperjuangkan kepentingan masyarakat, Lohing mengingatkan agar revisi RTRWP tidak dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan investasi semata.
“Kami di DPRD akan terus mengawal proses ini. Prinsipnya, revisi tata ruang harus berpihak kepada rakyat, bukan kepada kepentingan segelintir orang,” tandasnya.
Dengan tuntasnya revisi RTRWP, DPRD Kalteng berharap tidak ada lagi tumpang tindih status lahan antara kawasan hutan dan permukiman.
Hal ini penting agar masyarakat dapat hidup dan berusaha dengan tenang, tanpa dibayangi persoalan hukum atas tanah yang telah mereka tempati secara turun-temurun. (*)











