PALANGKA RAYA – Kasus keracunan makanan yang dialami 27 siswa SDN 3 Bukit Tunggal, Palangka Raya, usai menyantap menu burger dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG) belum lama ini, menimbulkan keprihatinan mendalam.
Insiden yang diduga dipicu saus burger kedaluwarsa itu membuka kembali perdebatan tentang keamanan pangan di sekolah.
Wakil Ketua II DPRD Kalteng, M. Ansyari, menegaskan peristiwa ini harus dijadikan pelajaran penting bagi pemerintah maupun Badan Gizi Nasional (BGN) Regional Kalteng untuk memperketat pengawasan.
Ia menekankan perlunya audit menyeluruh terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai penyedia makanan MBG.
“Ini soal keselamatan anak-anak. Jangan sampai ada kelalaian. Mulai dari bahan baku, higienitas dapur, sampai distribusi, semuanya harus diawasi secara ketat,” tegas Ansyari, baru-baru ini.
Ia mengingatkan bahwa setiap SPPG seharusnya memiliki pedoman menu mingguan sesuai juknis.
Namun, kondisi lapangan, khususnya di daerah pelosok, kerap menghadapi keterbatasan bahan segar. Kendati begitu, keterbatasan tidak boleh menjadi dalih untuk mengabaikan standar kualitas.
“Program ini jangan sampai hanya jadi proyek mencari keuntungan. Menyediakan ribuan porsi setiap hari adalah tanggung jawab besar. Harus disiplin dan profesional,” ujarnya.
Selain aspek penyediaan, Ansyari juga menyoroti proses distribusi makanan ke sekolah. Menurutnya, jarak tempuh yang jauh berpotensi menurunkan kualitas makanan, bahkan berisiko basi sebelum sampai ke siswa.
“Kalau distribusi lambat, risiko makanan basi sangat besar. Ini hal teknis, tapi dampaknya bisa fatal,” ungkapnya.
Untuk memastikan penyebab pasti keracunan, ia mendorong agar dilakukan pemeriksaan laboratorium. Hal ini penting untuk mengetahui apakah benar saus kedaluwarsa menjadi pemicu atau ada faktor lain.
“Dari ribuan porsi yang dibagikan, ada 27 anak yang sakit. Itu bukan jumlah kecil. Harus ada kejelasan penyebab agar kejadian ini tidak terulang,” jelasnya.
Ia juga meminta sekolah dan orang tua agar segera melapor bila menemukan kasus serupa, sehingga evaluasi dapat dilakukan lebih cepat.
“Kalau stok bahan baku tidak aman, lebih baik distribusi dihentikan sementara. Jangan sampai anak-anak menjadi korban karena keteledoran,” pungkasnya. (*)